Uwais Al-qarni, cerminan sifat berbakti kepada orang tua
Rasulullah
SAW bercerita mengenai Uwais Al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Rasulullah SAW
bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad.
Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya.
Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah SWT, lalu dia
berdo’a kepada Allah SWT, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas
sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in”.
Uwais
Al Qarni adalah seorang anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap
Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama
Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para
ahli sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan.
Dikalangan
para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan berbakti kepada kedua
orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau
juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat
luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT kepadanya.
Seorang
pemuda yang mempunyai mata berwarna biru, rambutnya merah, pundaknya lapang
panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel
di dada karena kebiasaan selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya
menumpang pada tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan
menangis, pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu
untuk penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan, tiada
seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi
sangat terkenal di langit.
Dia
(Uwais Al Qarni), jika bersumpah maka demi Allah pasti akan Ijabah/ terkabul.
Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga,
dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan mendapat perintah oleh Allah SWT
untuk memberikan syafa’atnya, ternyata Allah SWT memberikan kelebihan yang
berupa izin untuk memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor,
yang semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia
adalah “Uwais Al-Qarni”. Ia tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin,
banyak orang suka menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai
tukang membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan
lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda
dari desa Qorn – Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa
hanyalah penglihatannya yang sudah kabur.. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing dan unta. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu,
bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti keadaannya. Beliau lahir dan besar di Yaman.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta
tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap melakukan puasa di
siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.Adz Dzahabi berkata mengenai
beliau, “Seorang teladan yang zuhud, penghulu para tabi’in di zamannya,
termasuk diantara wali-wali Allah yang shalih lagi bertaqwa, dan hamba-hamba-Nya
yang ikhlas” (Siyar A’lam An Nubala’ 4/19)
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah SWT, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah SWT, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam
mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan
yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais al Qarni, sehingga setelah
seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini
hati Uwais al Qarni selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran dari Nabi Muhammad SAW secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman,
mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga mereka dengan cara kehidupan
menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah penghulu
para Nabi, sedangkan ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah SAW
menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi
apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia
beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di
ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya
patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais al Qarni. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal
tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW,
sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari
berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat
untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam
hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari
dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi SAW di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi SAW di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah
berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais al Qarni menuju Madinah
yang berjarak kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang
luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin
di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi Muhammad SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah
Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Muhammad SAW,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad SAW sedang tidak berada di rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW dari medan peperangan.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad SAW sedang tidak berada di rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW dari medan peperangan.
Tapi,
kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan
ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,”
Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya
tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan
berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Muhammad SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Muhammad SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya
dari perang, Nabi Muhammad SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang
yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak
yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Mendengar perkataan Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullahullah
SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai tanda di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan
sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan kepada Khalifah Umar
R.a.
Ketika Umar R.a menjabat sebagai Amirul Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad SAW tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Ketika Umar R.a menjabat sebagai Amirul Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad SAW tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak
saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara
kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi
sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina
Ali R.a. Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan
pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” “Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais al Qarni, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” “Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais al Qarni, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Umar
R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah SAW pernah
bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada Allah SWT untuk
kalian, Lakukanlah…!”
Mendengar
jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a bergegas
pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a memberi salam. Namun rupanya Uwais al
Qarni sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Lalu Khalifah Umar R.a
bermaksud hendak memastikannya terlebih dahulu, Lantas beliau bertanya
“Siapakah namamu wahai saudaraku ?” Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais al Qarni. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Anda berdua sebetulnya siapa?” Kami ini Amirul Mu’minin Umar bin Al- Khottob dan ini Ali”
“Abdullah”, jawab Uwais al Qarni. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Anda berdua sebetulnya siapa?” Kami ini Amirul Mu’minin Umar bin Al- Khottob dan ini Ali”
Ketika
itu barulah Uwais al Qarni kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu
berasal..?” “Dari Yaman” Jawab Uwais al Qarni Kamu berasal dari Yaman
daerah mana?’ Dia menjawab, “Dari Qarn.” “Tepatnya dari kabilah mana?”
Tanya Umar R.a. Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.” Umar R.a bertanya
lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku
telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’ Uwais al Qarniberkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.” Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais al Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. “Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo’a kepada Allah SWT sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni, Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?” Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’ Uwais al Qarniberkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.” Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais al Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. “Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo’a kepada Allah SWT sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni, Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?” Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia
memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat hal tersebut,
maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan
oleh Rasulullahullah SAW. Mohonkanlah ampun kepada Allah SWT untukku!”
Uwais al Qarni enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais al Qarni, Khalifah berkata: “Kami datang kesini atas wasiat dari Rasulullah SAW untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.
Uwais menjawab: “Do’aku bukan hanya untuk kalian berdua, namun untuk seluruh penghuni alam”.
Uwais al Qarni enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais al Qarni, Khalifah berkata: “Kami datang kesini atas wasiat dari Rasulullah SAW untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.
Uwais menjawab: “Do’aku bukan hanya untuk kalian berdua, namun untuk seluruh penghuni alam”.
Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya,
berdo’a dan membacakan istighfar bagi kedua sahabat tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais al Qarni untuk jaminan hidupnya.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais al Qarni untuk jaminan hidupnya.
Segera
saja Uwais al Qarni menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon kepada
Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Untuk hari-hari
selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di tengah lalu lalang
banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.” Setelah kejadian itu,
nama Uwais al Qarni kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang
lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais al Qarni , waktu itu kami sedang
berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa
disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak
menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan
kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang
mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki
itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu
orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan
kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
“Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang
itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian
pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju
ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal
berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais al Qarni
adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak
ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di
situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk
kota Yaman tercengang.Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau
wahai Uwais al-Qorni ? “ Bukankah Uwais al Qarni yang kita kenal, hanyalah
seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai
penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.
Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya.
Comments
Post a Comment